Bagaimana
hidup itu dikatakan benar-benar indah? Langit tampak biru terang di tengah hari
yang terasa tampak menyengat namun tidak baginya. Sembunyi dibalik bayangannya
sendiri membuat ia kehilangan semuanya. Wanita berusia 28 tahun jatuh melemas
setiap kali membayangkannya, membuatnya kian pasrah tak berdaya. Hampir setahun
sudah ia mengetahui banyak yang berubah. “Aku mencintainya, namun apa yang ia
telah lakukan kepadaku?” deru dalam hatinya sambil tak kuasa menangis. Sudah
lelah ia berteriak tak terima apa yang terjadi kepada dirinya. Namun tetap saja
amarahnya tak merubah apapun untuk seperti semula kembali.
Entah
apa yang terjadi, memang dua setengah tahun sudah ada yang tidak beres dalam
keluarganya ini. Mikha Damayanti sang istri dari Arsitektur handal Ir. Yoki
Pratama tak sempat berfikir bahwa Yoki membuat pengakuan yang amat memilukan. “Maafkan
aku Nik. Maafkan aku!”. Yoki terus meminta maaf kepada Mikha berlutut
memohon-mohon ampun atas kesalahannya. “Aku akan antarkan kamu untuk diperiksakan
kedokter sekarang juga.” ujar Yoki. Setiba sampai dirumah sakit Mikha meminta
kepada Yoki “Rakha juga! Aku menyusuinya.. Dia juga harus diperiksa.”
Mikha
juga sedang mengandung dua minggu dan sudah diketahui oleh yoki empat hari yang
lalu. Mikha dan rakha segera diperiksa. Lalu setelah beberapa lama menunggu hasil pemeriksaan keluar dan ternyata
menunjukan hasilnya positif, mereka berdua positif mengidap HIV. Rakha Pratama
jagoan kecil mereka jelas saja tertular karena ternyata Mikha masih menyusui
anaknya karena ia ingin menyusui ekslusif sampai dua tahun. Mengetahui hal ini
menusuk jantung Yoki ternyata mereka ikut tertular olehnya. Penyesalan dan
berjuta maaf terus diucapkan lelaki berbadan tegap itu. Bukan.. bukan karena pengakuannya
yang telah menghianatinya dengan “banyak wanita lain” dan menyebabkan penyakit itu tumbuh namun kali ini
karena kesalahan fatalnya, kesalahan yang membuat mereka ikut dalam kesalahan Yoki.
Mikha
hanya memilih diam karena menyadari pertengkarannya hanya akan sia-sia. Setelah
diam sejenak Mikha berkata “Apa salahku Yoki?” memandang tajam sambil menangis
kepada Yoki. “Apa salahku Tuhan? Dan apa dosa ku hingga kau ijinkan ini terjadi
kepadaku? Bagaimana dengan anakku dan bagaimana dengan janinku? Hukumankah atau
cobaan darimu Tuhan? Ini sangat berat bagiku! Mengapa aku? Mengapa aku Tuhan!”
berteriak sambil tak kuasa menahan tangisnya.
Saat
memeriksakan, diruang konsultasi dokter sempat berkata “Masih ada harapan agar janin Mikha terhindar
dari penyakit ini. Kita bisa melakukan pencegahan Transmisi HIV AIDS dari Ibu
ke Janin. Kami akan melakukan yang terbaik, namun hal ini tidak mudah.
Dibutuhkankan kesabaran yang cukup luar biasa dan biayanya tidak sedikit.” terkejutnya
Yoki mendengar dan bertekad akan
melakukan apapun untuk menebus semua kesalahannya sedangkan Mikha tetap diam karena
terlalu terkejut akan hal yang baru ia menimpanya. “Janin istri saya bisa
selamat dari penyakit ini dok? Kalau begitu lakukan apapun untuk calon bayi di
kandungan istri saya dokter!” tegas Yoki. Setidaknya ia berpikir bahwa masih
ada yang bisa ia selamatkan dari kesalahannya ini. Walau begitu tetap saja Yoki
terus merasa bersalah karena bencana yang ia bawa tak akan bisa menyembuhkan
istri dan anaknya.
Hari
kian malam dan mereka sudah tiba dirumah. Yoki bergegas ke ruang kerjanya
dirumah bukan untuk mengerjakan pekerjaan tapi merenung apa yang harus ia lakukan
setelah ini. Sebaliknya Mikha duduk dan menangis dikamar. Hari ini begitu hari
paling buruk yang pernah ia alami. Jika waktu bisa ia putar tak akan pernah ia
ingin menjadi istri arsitektur yang berujung naas seperti ini. Rasa ingin cepat mengakhiri hidupnya makin mengiang
dikepalanya tapi memikirkan bocah mungil yang baru berusia 1 tahun 1 bulan
membuatnya terus berpikir beribu kali. Sanggup atau tidak mikha melewatinya iapun
kehabisal akal untuk memikirkannya. Berat.. sungguh yang paling berat yang
pernah ia alami. “Menyerah apa memang sampai sini saja hidupku ini?” ucap Mikha
sambil terus menangis.
Melihat
ibunya yang terus menangis. Rakha dengan tingkah polosnya menghampiri Mikha
sambil berlari “Mama.. mama anan nanis
agi..” Mikha meraih Rakha dan seketika Rakha dengan pintarnya menghapus air
mata di wajah sang ibu seakan tahu kegelisahan apa yang dirasakan ibunya. Mikha
membalas dengan tersenyum lebar menahan tangis dan memeluk Rakha sangat erat.
“Mama menangis bahagia karena punya anak sepintar Rakha.” ucap Mikha dengan
suara yang lembut. “Aka ayang mama, anan anis agi ya..” sekali lagi anak itu
berkata dengan polos namun dengan suara yang lebih pelan. “Iya sayang mama gak
nangis lagi.” sambil tersenyum menatap Rakha. Mika berdiri dan menggendong Rakha
ke kasur “Sudah malam, kita bobo ya.” tak lama Mikha memandangi rakha yang
sudah tertidur pulas dipelukannya. Air mata tetap jatuh dengan sendirinya, anak
yang benar-benar tidak berdosa harus mengalami hal buruk seumur hidupnya.
Keesokan
harinya, Yoki yang awam akan HIV AIDS walaupun ia menderita HIV terus mencari
tahu apa itu HIV AIDS. Bagaimana penanganannya, segala sesuatu yang behubungan
dengan HIV AIDS. Terlebih lagi dia harus mencari tahu tentang Pencegahan Transmisi
HIV AIDS dari Ibu ke Janin yang diucapkan dokter kemarin. “Aku harus menebus
semua kesalahanku, aku harus lakukan apapun demi kebaikan istri dan anakku.” ucap
Yoki dalam hati. Ia sudah mengumpulkan semua data dan semua informasi mengenai
itu semua. Yoki bergegas menemui Mikha “Mik, aku akan mengurusmu dan Rakha mulai
sekarang, aku akan terus memperhatikan dan menjaga kalian. Aku tidak mau hal
buruk terjadi kepadamu dan Rakha.” Ujar Yoki. Tak ada yang bisa Mikha katakan, Mikha
tidak tau harus berlaku apa lagi. Rasa frustasinya masih membebani pikirannya,
ia masih belum bisa terima apa yang terjadi kepada dirinya sendiri. Yoki memegang
jemari Mikha “Mikha.. Aku mohon kepadamu, jangan membuat dirimu diam terus
seperti ini. Jangan buat dirimu stres, kamu sedang mengandung Mik.” tegas Yoki
memohon kepada Mikha. “Apa yang kamu katakan barusan! Jangan buat diriku stres
sendiri. Dimana otakmu Yok? kamu pikir ini mudah bagiku? Apa kamu pikir, aku
bisa santai mengetahui diriku ini ODHA(Orang Dengan HIV AIDS)!” ujar Mikha dengan
nada yang semakin keras. “Iya aku mengerti, aku mengerti Mikha. Tapi aku mohon
kepadamu.. Kali ini biarkan aku menebus kesalahanku. Jika aku bisa
menyembuhkanmu dengan menukarkan nyawaku. Aku akan lakukan itu... Aku akan
lakukan apapun Mikha.” berbicara sambil berkaca-kaca memandang Mikha. Sekali
lagi Mikha hanya tetap diam. Mikha benar-benar tidak tahu yang dihadapannya
sekarang masih bisa ia sebut suaminya atau bukan.
Setelah
seharian penuh Mikha memikirkan semua yang telah terjadi. Sambil mengelus-ngelus
perutnya yang belum terlihat terlalu buncit karena masih baru berusia dua
minggu. Mikha terus mengingat apa yang diucapkan suaminya pagi kemarin.
Penyesalan yang amat besar yang amat ingin Yoki tebus dan terus memohon ampun
kepadanya, mikha mulai menjernihkan pikirannya walaupun bagai hukuman buatnya
tapi ia berpikir mungkin Tuhan sedang mengujinya. Malamnya, Mikha berbicara
kepada Yoki “Baik.. aku akan bertahan demi Rakha dan janinku ini. Aku juga akan
melakukan pemeriksaan rutin seperti yang diucapkan dokter waktu itu.” Yoki
tersenyum lebar dan memeluk Mikha.
Dan
sejak saat itu Mikha mulai melakukan PMPCT (Prevention of mother-to-child transmission) atau
Pencegahan Transmisi HIV AIDS dari Ibu ke Janin/Bayi, Akses Konseling, dan Pelayanan Tes
HIV. Untuk melakukan
hal itupun dibutuhkan biaya yang tidak sedikit, untungnya keluarga ini tergolong
keluarga kaya karena itu tidak terlalu pusing memikirkan hal yang memakan biaya
besar. Setiap harinya mereka sekeluarga juga harus rutin mengonsumsi obat agar
si virus tidak menjadi resisten. Si kecil pun meminum obat dengan cara digerus dan
sirup, serta Mikha rutin check-up ke dokter mengikuti segala perintah dokter
untuk kegiatan Pencegahan Transmisi HIV AIDS ke Janin itu.
Mikha
duduk diteras dengan mata sayu sambil menatap sepasang burung yang sedang berkicau
seakan berbincang pada sekitar alam luas, membuatnya iri akan bisa hidup bebas
dan bahagia seperti itu. Terhitung sudah hampir empat bulan ia menjalani
sebagai ODHA, merasa jenuh karena setiap hari harus meminum obat, merasa lelah
mengikuti kegiatan dokter demi janinnya itu, merasa pilu melihat anaknya hidup
sama sepertinya. “Bagaimana anakku nanti? Apa dia bisa hidup normal mempunyai
banyak teman seperti yang lainnya?” hati Mikha terus berbicara menanyakan hal
itu.
Sekarang
mereka sudah mulai mendapat stigma negatif dari masyarakat sekitar. Entah
darimana, banyak yang mengetahui bahwa mereka itu ODHA. Mungkin sempat tetangga
mendengar kalimat HIV AIDS atau karena melihat banyak perubahan yang terlihat
dari gejala maupun efek penyakit hiv terhadap keluarga Mikha. Sempat
tentangganya mencemooh dan melarang anak mereka bermain dengan Rakha, hal itu
membuat Mikha semakin sedih tak karuan. Mikha tau akan seperti ini resikonya
karena itu ia lebih memilih menutup diri untuk tidak keluar dari rumah dan
tetap memfokuskan kepada dirinya, anaknya, serta kandungannya.
Akhir-akhir
ini, Yoki terlihat sangat lesu. Wajahnya semakin terlihat pucat setiap hari. Ia
terlalu lelah mengurusi istri dan anaknya sampai-sampai ia lupa mengurusi
dirinya sendiri yang juga sama mempunyai penyakit itu. Yang hanya dipikirannya
hanya istri dan anaknya saja. Selang beberapa hari ia mulai sakit-sakitan tapi
sebisa mungkin ia menutupi rasa sakitnya didepan sang istri, ia tak mau semakin
menyusahkan Mikha yang perutnya sudah semakin membesar. Iapun menemui dokter
dan memeriksakan keadaan dirinya, tanpa disangka dokter mengatakan HIV yang di
derita Yoki sudah menyebabkan AIDS. Entah apa bedanya HIV atau AIDS ia
benar-benar awam untuk tahu detail mengenai itu. Saat mencari tahu tentang HIV
AIDS waktu itu, ia hanya fokus mengenai PMTCT. Tapi yang ia tahu bahwa jika
penyakitnya telah berubah menjadi AIDS tamatlah riwayatnya, bagaikan kematian
benar-benar ada didepan matanya sekarang.
Malam
ini suasana begitu hening, tak ada suara televisi karena Rakha sudah tertidur
pulas. Mikha ingin mengambil segelas air, saat berjalan menuju dapur ia melihat
ruang kerja Yoki terbuka. Ia merasa Yoki pasti terlalu lelah mengurusi dirinya
dan Rakha tetapi tetap bekerja demi mencukupi kebutuhan mereka. Saat memasuki
ruangan itu, tiba-tiba Mikha berlari dan menghampiri Yoki “Yoki, bangun!
Mengapa kamu dingin sekali? Kamu tidak bisa meninggalkan aku terlebih dahulu
seperti ini. Yoki kamu masih harus menepati janjimu. Yoki bangun!” merintih
menangis sambil memegang Yoki yang sudah terbujur kaku dilantai.
Sebulan
sudah setelah kematian Yoki. Mikha ternyata tidak menyerah dan frustasi seperti
pertama kali ia tahu dirinya positif HIV. Mikha sangat kehilangan dan berduka
tapi entah mengapa ia berpikir harus tetap bertahan dan melanjutkan hidupnya
bersama Rakha. Mikha juga ingat Yoki
memintanya untuk tetap bertahan dan semangat hidup. Dan mungkin juga karena
dukungan orang tua Mikha, karena nyatanya hanya orang tuanya yang mengerti dan
menerima Mikha, hanya mereka keluarga yang mendukung Mikha hingga tetap tegar.
Dukungan keluarga sangatlah penting bagi ODHA untuk bisa bertahan dan melalui
penyakinya.
Saat
tiba hari persalinan, Mikha sudah siap dirumah sakit mengikuti saran dokter.
Dokter melakukan persalinan sesuai prosedur dan aturan secara baik serta benar
agar persalinan Mikha berhasil. Dan tak lama kemudian... Tangisan suara bayi
terdengar. “Perempuan Bu.. cantik seperti Ibu..” Ucap suster yang membantu
persalinan Mikha. Mikhapun hanya bersyukur tersenyum lega. Tapi tak lama
persalinan selesai, Mikha cemas memikirkan apakah usahanya mencegah tranmisi
penyakit keji itu berhasil atau tidak. Mikha merangkul bayinya dan menaruh
dipelukannya tapi ia tidak bisa menyusui bayinya itu. Ia dilarang keras
menyusui karena itu salah satu prosedur PMTCT.
Untuk
melakukan pemeriksaan terhadap Raisa, putri Mikha harus menunggu diusia satu
bulan. Setelah menunggu hingga satu bulan jika hasilnya positif dilakukan
pemeriksaan ulang segera untuk konfirmasi sebelum
diagnosis HIV dibuat
dan jika hasilnya negatif dan bayi tidak
menunjukkan gejala maka pemeriksaan diulang pada usia 4 bulan untuk
benar-benar memastikan hasilnya negatif.
Tiap
harinya, Rakha sekarang tidak merasa kesepian lagi. Anak lelakinya yang wajahnya
mirip sekali seperti ayahnya ini, selalu menunjukan sikap semangat dan
cerianya. Rakha juga sangat menyukai dan menyayangi Raisa, adiknya. Setiap hari
Mikha dibantu ibunya untuk mengurus Rakha, dan Mikha dibantu suster mengurusi Raisa.
Usia
Raisa sudah 4 bulan dua minggu. Semua tes terhadap Raisa akhirnya keluar, hasil
pemerikasaan menunjukan benar-benar negatif, tidak ada terinfeksi HIV ditubuh raisa. Betapa
bersyukur dan bahagianya Mikha mengetahui itu, usahanya tidak sia-sia. Tuhan
masih menyayanginya. Sudah lama ia tidak merasa sebahagia ini. “Terima kasih Ya
Allah.. Terima kasih...” hanya kalimat itu yang keluar dari bibirnya sambil
meneteskan air mata harunya. Ibu Mikha ikut menangis bahagia lalu memeluk Mikha
dan Raisa.
Sambil
memandang dari balik jendela. Perlahan hujan deras seakan reda namun tetap
menurunkan rintik kecilnya, menyambut senja dengan dikawani semilir angin yang
menusuk sejuk membuat sore itu menjadi hari baru bagi Mikha, hari dimana Mikha
akan memulai hidupnya dengan caranya sendiri. Yang menjadi tugasnya sekarang bagaimana
ia mengurusi anak-anaknya terutama Rakha. Mengajarkan secara perlahan agar Rakha
mengerti, jika suatu saat nanti ia bertanya “Mengapa Rakha berbeda? Mengapa
rakha harus minum obat terus? Dan mungkin banyak lagi.” dan mungkin Rakha akan
sulit menerima nantinya jika tau yang sebenarnya. Tetapi meski begitu saat ini Mikha berusaha berjuang
dan mulai belajar hidup normal kembali dengan melakukan banyak hal sambil terus
mengonsumsi obat secara patuh agar penyakit tersebut tidak resisten. Mikha tau
dirinya harus tetap maju dan tegar. Semakin Rakha besar ia harus mengatakan
dengan bijak dan penuh kasih sayang terhadap anak laki-lakinya tersebut,
mengajarkan bahwa Rakha masih bisa hidup normal seperti yang lainnya hanya saja
harus minum obat secara teratur dan menjaga pola makan karena tidak bisa makan
sembarangan atau pinggir jalan seperti pecel lele atau sate kambing.
Hidup
menjadi ODHA banyak pantangannya, sayur mentah itu bisa bikin diare dan
bakterinya kumpul. Kalau ODHA diare itu bisa bikin nilai CD4 nya turun dan
lemas, karena tiap menit buang air dan enggak bisa ketahan, itu penyakit yang
paling nyebelin buat ODHA. Jika ODHA mengalami diare maka ia tidak mempan
mengonsumsi obat generik, ia harus minum obat paten.
Sekarang
Rakha sudah kelas 3 SD, ia mulai sedikit mengerti mengenai penyakitnya, karena
Mikha juga sering mengajak anaknya ke acara seminar-seminar. Sejak awal Rakha
yang selalu diberikan obat ARV dengan cara digerus dan sirup, tapi sekarang ia
sudah bisa minum obat sendiri. Iya.. Rakha memang pintar dan cukup memahami
perkataan ibunya, bahkan Rakha sekarang yang sering mengingatkan Mikha “Ma jangan lupa minum obat nanti resisten.” dan
Rakha mulai tahu kalau resisten itu berarti obatnya sudah kebal. Setiap harinya
Mikha harus mengonsumsi 4 obat secara teratur sedangkan anaknya 3 obat. Kini
Mikha dan Rakha sudah terbiasa menjalani hidup sebagai ODHA......
TAMAT